- Polda Sulsel Gelar Press Release Kasus Tindak Pidana dalam Aksi Unras di Wilayah Hukum Polda Sulsel, Tetapkan 53 Tersangka
- Sat Lantas Polres Luwu Utara Tekankan Keselamatan Pelajar Lewat Program Police Goes to School
- Hasil Operasi Sikat Lipu-2025, Polda Sulsel dan Jajaran Berhasil Ungkap 265 Kasus
- Soliditas TNI–Polri: Bhabinkamtibmas dan Babinsa Bersinergi Ajak Warga Cegah Konflik Sosial
- Ciptakan Situasi Aman, Sat Samapta Polres Luwu Utara Intensifkan Patroli Malam
- Polda Sulsel Terima Kunjungan Menko Kumham Imipas, Pastikan Penanganan Tahanan Kasus Demo Sesuai HAM
- Sat Lantas Polres Luwu Utara Gelar KRYD Malam Hari, Antisipasi Kemacetan dan Balap Liar di Kota Masamba
- Polda Sulsel Tetapkan Tersangka Jadi 32 Orang Dalam Perkembangan Kasus Pembakaran Kantor DPRD Sulsel dan Kota Makassar
- Polda Sulsel Gelar Doa Bersama dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H/2025 M
- Dialog Santai Kapolda Sulsel: Bahas Harmoni Sosial dan Keteladanan Polri dalam Perspektif Agama
KPAI Nilai Fenomena Mobilisasi Anak Unjuk Rasa Bentuk Eksploitasi
KPAI Nilai Fenomena Mobilisasi Anak Unjuk Rasa Bentuk Eksploitasi

Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti maraknya praktik mobilisasi dan pengerahan anak dalam aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Jakarta dan beberapa daerah lainnya. KPAI menilai keterlibatan anak-anak dalam aksi anarkis dan tindak kriminal merupakan bentuk eksploitasi yang bertentangan dengan hak-hak anak.
Komisioner KPAI, Sylvana Maria Apituley, menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan sebenarnya menjamin kebebasan anak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, dan berserikat. Namun, perlindungan tersebut juga harus disesuaikan dengan aspek perkembangan usia, kesiapan mental, dan keselamatan anak.
Baca Lainnya :
- Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar Serukan Kedamaian Pascatragedi Driver Ojol0
- Hadiri Pemakaman Affan Kurniawan di TPU Karet Bivak, Kapolda Metro Sampaikan Permohonan Maaf0
- Kapolda Sulsel Hadiri Acara Penghormatan Purna Tugas Komjen Pol (Purn.) Ahmad Dofiri dan Awal Tugas Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo0
- Kapolri Hadiri Kick Off GPM Serentak se-Indonesia, 2.424 Ton Beras SPHP Disalurkan ke Masyarakat Hari Ini0
- Kapolri Luncurkan Gerakan Pangan Murah, Instruksikan Antisipasi Penimbunan0
"Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menjamin hak anak untuk didengar, mendapatkan informasi sesuai usia, dan bebas dari eksploitasi politik. Tetapi faktanya, kami menemukan adanya mobilisasi anak untuk ikut unjuk rasa tanpa edukasi yang memadai. Ini bukan partisipasi, melainkan eksploitasi," tegas Sylvana kepada wartawan, Rabu (3/9/2025).
KPAI mencatat adanya temuan aparat kepolisian yang mendapati anak-anak dipersenjatai petasan hingga bom molotov saat terjadi kerusuhan. Lebih memprihatinkan lagi, sebagian anak juga ikut melakukan penjarahan di sejumlah daerah.
"Sangat disayangkan, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di beberapa wilayah lain seperti Surabaya, Kediri, Pekalongan, dan Tegal, anak-anak ikut melakukan penjarahan. Ini situasi darurat yang harus segera dihentikan," imbuhnya.
Dalam menghadapi fenomena ini, KPAI meminta Polri untuk bersikap profesional, persuasif, dan humanis saat menangani anak-anak yang terlibat. Sylvana menekankan pentingnya kepatuhan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam setiap proses penanganan.
"Anak-anak yang diperiksa tidak boleh mengalami kekerasan, baik fisik maupun verbal. Proses pemeriksaan harus dilakukan maksimal 24 jam, dan tempatnya wajib dipisahkan dari tahanan orang dewasa," tegasnya.
Lebih lanjut, KPAI juga mendorong kepolisian untuk segera mengusut provokator yang memobilisasi anak-anak dalam aksi kerusuhan. Selain penegakan hukum, Sylvana menilai langkah pencegahan sistemik juga harus segera dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
"Kami berharap polisi bisa mengungkap siapa pihak yang memprovokasi dan memobilisasi anak-anak. Penegakan hukum harus dilakukan secara transparan, adil, dan tuntas," katanya.
KPAI juga menekankan pentingnya peran orang tua, sekolah, dan masyarakat dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai risiko keterlibatan dalam aksi berbahaya, seperti kerusuhan dan penjarahan.
Sebagai penutup, Sylvana mengapresiasi sejumlah orang tua yang secara sukarela mengembalikan barang hasil penjarahan yang dilakukan anak-anak mereka.
"Sikap orang tua yang mengembalikan barang dengan kesadaran bahwa itu bukan haknya adalah teladan berharga. Ini menjadi pembelajaran penting bagi anak-anak tentang nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab," pungkasnya.
